Terdapat 3,4 juta kematian yang disebabkan oleh polusi udara di tahun 2017, kasus terbanyak adalah karena penyakit jantung, stroke, penyakit paru obstruktif kronik dan kanker paru-paru, serta infeksi pernapasan akut pada anak-anak.
1Partikel halus atau PM
2.5 dalam polusi udara dapat menembus jauh ke dalam paru-paru dan memasuki aliran darah sehingga dapat menyebabkan masalah kardiovaskular, serebrovaskular, dan pernapasan.
2 COVID-19 adalah penyakit pernapasan dan telah menyebabkan pandemi di tahun 2020. Per 31 Juli 2020, terdapat lebih dari 17 juta kasus yang terkonfirmasi dan 675.989 kematian akibat COVID-19 secara global.
3 Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa orang yang terpapar polusi udara dan telah memiliki penyakit bawaan akibat polusi udara lebih rentan untuk menjadi lebih parah atau bahkan meninggal dunia karena COVID-19. Di era COVID-19 ini, peningkatan kualitas udara menjadi sangat penting dari sebelumnya.
Dampak Polusi Udara Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut WHO, sembilan dari 10 orang di dunia menghirup udara yang tercemar dari proses pembakaran di pabrik, debu beracun dan asap dari kebakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan sumber-sumber lain.
4 Polusi udara jangka panjang dan pendek, terutama PM
2.5 menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Dalam jangka pendek, kualitas udara yang buruk dapat menyebabkan pneumonia, bronkitis atau ketidaknyamanan seperti iritasi pada hidung, tenggorokan, mata, atau kulit, rasa pusing dan mual.
5 Sedangkan dalam jangka panjang, polusi udara menyebabkan penyakit seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, penyakit pernapasan dan efek negatif pada organ tubuh manusia seperti otak, hati dan ginjal.
5
Polusi udara bertanggung jawab atas sekitar 34?ban penyakit global akibat penyakit paru obstruktif kronis, 18% diabetes, 14% kanker paru-paru, 11% penyakit jantung dan 7% stroke
.6 Anak-anak yang sedang tumbuh adalah kelompok yang paling terpengaruh karena paparan polusi udara karena mereka sedang dalam tahap perkembangan, sehingga berisiko menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup di kemudian hari.
6 Orang tua juga dapat menderita efek kesehatan yang serius, karena polusi udara memperpendek usia harapan hidup.
7
Penyakit yang Disebabkan oleh Polusi Udara dan Dampaknya Terhadap Tingkat Keparahan COVID-19
Polusi udara merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kronis yang dapat meningkatkan keparahan dan risiko kematian akibat COVID-19. Daniel Kass, Senior Vice President Environmental Health dari Vital Strategies, mengatakan, “polusi udara menyebabkan lebih dari lima juta kematian setiap tahun, mulai dari penyakit jantung dan paru-paru hingga diabetes. Ini adalah kondisi mendasar yang membuat orang jauh lebih mungkin menjadi sakit parah atau meninggal akibat COVID-19. ” Orang yang menderita penyakit bawaan memiliki risiko terkena COVID-19 yang lebih tinggi karena sistem kekebalan tubuh mereka terganggu.
8
Delapan penelitian berbeda yang dilakukan di Tiongkok menemukan bahwa pasien COVID-19 yang mengalami kemungkinan gejala lebih parah 2,4 kali lebih tinggi jika sudah menderita hipertensi sebelumnya, 2,5 kali lebih tinggi jika sudah menderita penyakit pernapasan dan 3,4 kali lebih tinggi jika sudah menderita penyakit kardiovaskular sebelumnya.
9 Studi lainnya menyebutkan bahwa risiko adanya gejala keparahan saat terpapar COVID-19 memerlukan perawatan intensif atau alat ventilator, serta risiko kematian, yang meningkat sebesar 170% untuk orang dengan penyakit pernapasan kronis, 60% untuk penderita hipertensi atau diabetes dan 250% untuk penderita kanker.
10
Kasus di DKI Jakarta
Per 31 Juli 2020, provinsi DKI Jakarta adalah salah satu provinsi dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi dengan 20.969 kasus, jika dibandingkan dengan Jawa Timur (21.772 kasus), Sulawesi Selatan (9.346 kasus) dan Jawa Tengah (9.281 kasus)
.11 Pada tahun 2019, rata-rata tahunan PM2.5 di DKI Jakarta adalah 48,27 ug/m3, jauh di atas standar WHO yaitu rata-rata tahunan adalah 10 ug/m3 dan standar baku mutu nasional sebesar 15 ug/m3.
Mengingat adanya bukti internasional yang menunjukkan hubungan antara polusi udara dan COVID-19, Budi Haryanto, Profesor Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, mencurigai bahwa tingkat polusi udara di Jakarta yang rata-rata 4-5 kali lebih tinggi dari standar WHO, mungkin berkontribusi pada tingginya angka kematian akibat COVID-19 di ibu kota meskipun belum terdapat penelitian lokal saat ini yang meneliti hubungan ini.
12
Solusi untuk polusi udara harus berkelanjutan dan dalam jangka panjang, karena setiap peningkatan kualitas udara sejak diterapkannya kebijakan pembatasan daerah/lockdown akibat COVID-19 bersifat sementara. “Kita harus ingat bahwa peningkatan kualitas udara ini mengorbankan biaya ekonomi dan sosial yang besar. Saat ekonomi kembali normal, kami memperkirakan polusi udara akan kembali ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun terjadi penurunan dramatis dalam penggunaan kendaraan dan melihat banyaknya penutupan industri lokal selama pandemi, kami belum melihat perbaikan signifikan dalam kualitas udara ataupun tingkat penurunan PM2.5. Fenomena ini menggambarkan bahwa tidak semua polusi udara diproduksi secara lokal, dan bahwa tidak semua polusi udara yang diproduksi secara lokal berasal dari sumber yang paling terlihat seperti lalu lintas. COVID-19 telah mengungkap peluang untuk menunjukkan sumber polusi udara lain yang berdampak lebih tinggi yang harus ditangani," tutup Daniel merujuk pada fenomena pembatasan sosial global selama pandemi.
Referensi:
1Global Burden of Disease Collaborative Network. Studi dari Global Burden of Disease 2017 (GBD 2017) Reference Life Table. Seattle, United States: Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), 2018.
2Ambient air pollution: Health impacts, 25 September 2015. Diambil dari https://www.who.int/airpollution/ambient/health-impacts/en/
3Corona Virus World Statistic. 31 July 2020. Diambil dari https://www.worldometers.info/coronavirus/worldwide-graphs/#total-deaths
4WHO International. 9 out of 10 people worldwide breathe polluted air, but more countries are taking action. (n.d.). Mei 2018. Diambil dari https://covid19.who.int/?gclid=Cj0KCQjw9b_4BRCMARIsADMUIyrwQlyF4z-t_712D5tqZ0Xl8GFI0k6c9BlNaZPtsaVu0i0TE_DzNp8aAkyZEALw_wcB
5National Geographic Society. “Air Pollution.” National Geographic Society, 9 Oktober 2019. Diambil dari https://www.nationalgeographic.org/encyclopedia/air-pollution/.
6UN Environment. “Young and Old, Air Pollution Affects the Most Vulnerable.” UN Environment. 16 July 2020. Diambil dari https://www.unenvironment.org/news-and-stories/blogpost/young-and-old-air-pollution-affects-most-vulnerable.
7Kloog, Itai, Bill Ridgway, Petros Koutrakis, Brent A. Coull, and Joel D. Schwartz. “Long- and Short-Term Exposure to PM2.5 and Mortality.” Epidemiology 24, no. 4 (2013): 555–61. https://doi.org/10.1097/ede.0b013e318294beaa.
8Center for Disease Control and Prevention. People Who Are at Higher Risk for Severe Illness. Juni 2020. Diambil dari https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/need-extra-precautions/people-with-medical-conditions.html?CDC_AA_refVal=https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/need-extra-precautions/groups-at-higher-risk.html.
9Yang, Jing, Ya Zheng, Xi Gou, Ke Pu, Zhaofeng Chen, Qinghong Guo, Rui Ji, Haojia Wang, Yuping Wang, and Yongning Zhou. “Prevalence of Comorbidities and Its Effects in Patients Infected with SARS-CoV-2: a Systematic Review and Meta-Analysis.” International Journal of Infectious Diseases 94 (2020): 91–95. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.03.017.
10Guan, W-jie, Liang W-hua, Zhao, Y, et al. 2020. Comorbidity and its impact on 1590 patients with Covid-19 in China: A Nationwide Analysis.European Respiratory Journal 2020;in press (https://doi.org/10.1183/13993003.00547-2020)
11Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ¹Data Kasus Covid-19 Per Provinsi. 31 Juli 2020. Diambil dari https://covid19.kemkes.go.id/
12Haryanto, Budi. Paparan Polusi Udara dan Covid. Webinar Rekam Jejak Kualitas Udara di Ibukota dan Sekitarnya Masa Pandemi, P3KLL. 16 Juni 2020.