Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan Warga Jakarta

Dipublikasikan pada: 19 January 2022

Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan Warga Jakarta

Ditulis oleh Ginanjar Syuhada, Research Assistant & Consultant for Environmental Health, Vital Strategies

DKI Jakarta merupakan ibu kota metropolitan dengan jumlah penduduk yang tinggi. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, warga Jakarta mudah terpapar dampak pertumbuhan tersebut, salah satunya dampak lingkungan seperti polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Dalam dua dekade terakhir, banyak penelitian yang berlangsung di Jakarta yang mengaitkan paparan polusi udara sebagai sumber berbagai penyakit kardiovaskuler dan infeksi pernapasan. Pada tahun 2002, sebuah studi dari Asian Development Bank memperkirakan bahwa polusi udara berdampak pada lebih dari 90 juta kasus gejala pernapasan dengan estimasi kerugian ekonomi sekitar 1,8 triliun Rupiah [1]. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Resosudarmo dan Napitupulu yang memperkirakan adanya 3.000 kematian dan 90 juta kasus gejala pernapasan yang diakibatkan oleh keterpaparan polusi udara [2]. Enam tahun setelahnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melaporkan bahwa 57,8% warga DKI Jakarta terdampak berbagai penyakit kardiovaskuler dan infeksi pernapasan akibat paparan dari polusi udara[3]. 

Bagaimana polusi udara masuk ke dalam tubuh kita?
Angka yang tinggi bukanlah hal yang mengagetkan karena sifat dan ukuran mikroskopik polutan dari polusi udara dapat langsung masuk dan menembus pertahanan tubuh manusia, merusak organ tubuh seperti paru-paru, jantung, dan otak, yang pada akhirnya menimbulkan dampak buruk, baik yang bersifat akut maupun kronis. 

Tingkat kerusakan atau keparahan dari kondisi kesehatan yang diakibatkan oleh paparan polusi udara ini bergantung kepada jenis polutan serta dosis atau tingkat konsentrasi paparannya. Dari berbagai jenis polutan yang terdapat di udara ambien, ada dua polutan utama yang memiliki dampak merugikan paling besar pada kesehatan manusia, yaitu ozon permukaan (O3) dan PM2.5 (partikulat berdiameter kurang dari 2.5 mikrometer).

Polutan-polutan tersebut dapat mempengaruhi kesehatan di sepanjang hidup manusia, mulai dari masa kandungan sampai lansia. Untuk jangka pendek, polusi udara dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti iritasi pada mata, hidung, kulit, tenggorokan, mengi, batuk dan sesak dada, dan kesulitan bernapas, hingga keadaan yang lebih serius, seperti asma, radang paru-paru, bronkitis, serta masalah paru-paru dan jantung. Bahkan ada yang merasakan dampak langsung seperti sakit kepala, mual, dan pusing setelah terpapar polusi udara [4].

Untuk efek jangka panjang, kondisi kesehatan yang ditimbulkan lebih bersifat kronis (seperti kanker) bahkan sampai menyebabkan kematian. Hasil analisis studi global beban penyakit (The Global Burden of Disease Study) tahun 2019 menunjukan adanya peningkatan risiko kematian dari paparan jangka panjang PM2.5 dan Ozon permukaan [5]. Tidak hanya kematian, beberapa kajian epidemiologi lainnya juga menemukan adanya korelasi antara paparan polusi udara dengan peningkatan risiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, kecil menurut usia kehamilan, bayi lahir prematur, dan kasus stunting [5,6,7].

Bukan hanya Jakarta yang terdampak
Polusi udara diperkirakan menyebabkan setidaknya 50% morbiditas di Indonesia [8]. Selain itu, untuk para penderita PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) yang bukan perokok, paparan polusi udara di luar dan dalam ruangan menjadi salah satu penyebab utama penyakit tersebut [9]. Sedangkan pada tahun 2015, kebakaran hutan di Sumatera menyebabkan meningkatnya kasus gejala pernapasan dan penurunan fungsi paru [10]. 

Jika tidak dikendalikan dan diawasi lebih ketat, peningkatan polusi udara akan sangat sulit dihindari. Melihat besarnya dampak pencemaran udara terhadap kesehatan, proses pengendalian dan pemantauan pencemaran udara sudah seharusnya dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu, kerja sama dalam bidang penelitian, pengembangan kebijakan publik, pemantauan pencemaran udara, dan politik sangat penting untuk pengendalian pencemaran udara yang efektif.

Referensi:
  1.  S. Syahril, B. P. Resosudarmo, and H. S. Tomo, “Study on air quality in Jakarta, Indonesia: future trends, health impacts, economic value and policy options,” ADB, Jakarta, 2002.
  2. B. P. Resosudarmo and L. Napitupulu, “Health and Economic Impact of Air Pollution in Jakarta,” Economic Record, vol. 80, no. s1, pp. S65–S75, Sep. 2004, doi: https://doi.org/10.1111/j.1475-4932.2004.00184.x.
  3.  A. Safrudin et al., Cost Benefit Analysis for Fuel Quality and Fuel Economy Initiative in Indonesia. 2013.
  4.  I. Manisalidis, E. Stavropoulou, A. Stavropoulos, and E. Bezirtzoglou, “Environmental and Health Impacts of Air Pollution: A Review,” Frontiers in Public Health, vol. 8. Frontiers Media S.A., Feb. 20, 2020. doi: 10.3389/fpubh.2020.00014.
  5.  C. Abbafati et al., “Global burden of 87 risk factors in 204 countries and territories, 1990–2019: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2019,” The Lancet, vol. 396, no. 10258, pp. 1223–1249, Oct. 2020, doi: 10.1016/S0140-6736(20)30752-2.
  6. V. C. Pun, R. Dowling, and S. Mehta, “Ambient and household air pollution on early-life determinants of stunting—a systematic review and meta-analysis,” Environmental Science and Pollution Research, vol. 28, no. 21, pp. 26404–26412, 2021, doi: 10.1007/s11356-021-13719-7.
  7. Y. Liu, J. Xu, D. Chen, P. Sun, and X. Ma, “The association between air pollution and preterm birth and low birth weight in Guangdong, China,” BMC Public Health, vol. 19, no. 1, p. 3, 2019, doi: 10.1186/s12889-018-6307-7.
  8. B. Haryanto, “Climate Change and Urban Air Pollution Health Impacts in Indonesia,” in Climate Change and Air Pollution: The Impact on Human Health in Developed and Developing Countries, R. Akhtar and C. Palagiano, Eds. Cham: Springer International Publishing, 2018, pp. 215–239. doi: 10.1007/978-3-319-61346-8_14.
  9. N. Nguyen Viet et al., “The prevalence and patient characteristics of chronic obstructive pulmonary disease in non-smokers in Vietnam and Indonesia: An observational survey,” Respirology, vol. 20, no. 4, pp. 602–611, May 2015, doi: https://doi.org/10.1111/resp.12507.
  10. J. Zaini, A. Susanto, E. Samoedro, V. Bionika, and B. Antariksa, “Health consequences of thick forest fire smoke to healthy residents in Riau, Indonesia: a cross-sectional study,” Medical Journal of Indonesia, vol. 29, pp. 58–63, Mar. 2020, doi: 10.13181/mji.oa.204321.
Related tags: